Masa Depan Media Sosial, Ruang Terbuka yang Tidak Didominasi




Jika kita tidak percaya kembali kepada media-media mainstream yang mewabah, membawakan beberapa berita pilihan untuk dikonsumsi seperti berita kelahiran anak artis atau pejabat negara, sedangkan berita lainnya yang kiranya juga lebih urgent seperti kemiskinan negeri yang menggerogoti moral masyarakat sedikit demi sedikit tidak diangkat menjadi hal yang lazim.

kita dalam catatan sejarah Indonesia pernah terbungkam dengan perundang-undangan pers yang tidak bebas, terkontrol dan jauh dari kemapanan media moderat,namun kembali berpolemik ketika dihadapkan dengan kebebasan hingga akal manusianya putus digunting oleh nafsu duniawi tentang kekayaan. media bukan lagi menjadi ladang berbuat baik tapi ladang mencari profit lebih tinggi lagi, kita hanya bisa bergantung kepada media-media yang masih dianggap tak berpihak, Walau kita tidak tahu apakah media itu masih netral Atau sudah tergadai.

kini di abad 21 media sosial sebagai tempat bernaung keinginan serta curhatan pribadi menjadi ruang publik yang terbuka dan berpotensi untuk menjadi media pemberitaan khususnya dalam mengambil prespektif adil dan benar, sudut pandang semakin menjadi banyak dan liar, mata pisaunya tajam ke banyak arah, prespektif yang komprehensif semakin dekat dengan kenyataan(fakta), karena tulisan-tulisan yang ada terkomparasi dalam akal kolektif online.

hanya waktu saja yang membatasi kita dalam kehidupan masa kini, ruang sudah tidak menjadi masalah berarti lagi untuk kita, begitu pun dengan media yang ada, tidak berbentuk ruang nyata tapi dalam benak masing-masing individu sudah ada konstruksi ruangan untuk mengoperasikan media masing-masing individu, genre yang dipilih pun berbagai macam hingga kita bisa dapat katakan Individu adalah alat pemberitaan yang potensial.

manusia sebagai makhluk paling sempurna dalam penciptaannya dihadapkan dengan konsep yang semakin manusiawi, khususnya dalam media informasi yang akhirnya tidak terdominasi, setiap orang punya potensi dalam menyiarkan berita dan isi hati sebagai fokus atau headline yang harus diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya. Dominasi para pemilik modal akhirnya tidak dapat membeli setiap jiwa manusia.

tapi sebelum media terbebas dari konsep kapitalismenya perlu sebuah pola konstruktif untuk menuju kepada kebebasan ekspresi yang manusiawi dan bermoral,yaitu menghancurkan kepercayaan media-media besar dalam dominasi arus topik, semua orang dianggap setara dalam penyampaian informasi, tapi dapatkah kita melakukannya?

Komentar