Jendela kereta waktu itu
mengkilap, aku dapat melihat dengan jelas pemandangan yang aku lalui, terkadang
melewati pepohonan yang rimbun, terkadang sawah yang terhampar, dan terkadang
perkotaan yang menggambarkan masyarakat Indonesia, pandanganku ke jendela hanya
untuk mengusir bosanku, namun belakangan sebelum aku naik kereta ini ada sebuah
artikel menarik, menggambarkan kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk di negara
maju saat bepergian. Mereka biasanya ketika bepergian akan membawa buku untuk
dibaca disaat mereka mengalami bosan.
Aku penasaran bagaimana jadinya
ketika aku pergi lalu ketika bosan datang aku membaca buku. tak lama setelah
aku melihat ke arah jendela, aku bangun dari duduk ku dan mengambil tasku yang
ada di atas tempat barang, dan membuka resleting pertama dari belakang,
mengambil sebuah buku untuk ku baca “ini saat yang tepat untuk mencoba”
gumamku.
Jujur saja aku orang yang tak
suka baca buku, karena terkadang membuatku mengantuk dan malas, namun ini
berbeda, saat duduk tak ada kerjaan seperti ini, buku ditanganku memberikan
kesempatan kepadaku untuk melihat setiap detail yang ada pada buku ini,
memberikan ku gambaran dengan khayalan yang bagus, tapi membaca buku ini
hanyalah pembuka untuk kisah ini.
Ini hanyalah pembuka untuk
menyampaikan membaca itu memberikan gairah untuk memahami banyak hal.
Ketika aku membaca dan duduk
santai di bangku ku yang cukup untuk 2 orang ini, kereta yang ku naiki
berhenti, seperti biasa mengambil penumpang untuk dibawa ke tempat yang mereka
tuju, aku acuh dengan apa pun karena asyik membaca buku, namun di sela ku
membaca, 2 orang wanita masuk ke dalam gerbongku, dari sekian wanita yang
masuk, aku tertarik kepada 2 wanita ini, karena
mereka berdua berbeda.
Aku menerka bagaimana kehidupan
orang yang mendapatkan jodohnya pada saat seperti ini, bertemu di perjalanan
mereka, mungkin ketika nostalgia mereka akan asyik dengan obrolan
perkeretaapian, atau pun keadaan perjalanan yang membawa kepada pengalaman
menyenangkan seperti ini.
“ inget gak saat kamu dulu culun
duduk sendirian sambil baca buku di kereta api itu? ...” kenang sang perempuan
“iya pasti inget, gimana mau dilupain,
disitulah aku ketemu orang yang bisa buat hidup aku lebih asyik dan bahagia”
jawab pasangannya.
atau seperti
ini
“tau gak dulu kenapa aku gak
nerusin baca buku pas di kereta dulu?” tanya sang lelaki
“pasti karena aku masuk kan?”
jawab pasangannya.
“bukan, sayangku” sambil
menjulurkan lidah tanda mengejek
“terus kenapa?” jawab perempuan
itu
“karena dulu, buku itu tak cukup
menarik untuk mengacaukan pertemuan kita sayang” jawabnya romantis.
Tapi ini akan berbeda cerita
ketika mereka sudah berpuluh-puluh tahun, dengan penuh cobaan yang menimpa
mereka, pertemuan seperti ini tidak akan menjadi nostalgia indah, tapi pasti
akan berubah kepada serapah yang dosa “kamu sih dulu ngapain nyapa2 aku duluan”
atau “aku nyesel dulu kamu dateng sok-sok akrab” di sisi ini pertengkaran
memberikan nilai minus kepada kedewasaan mereka, dan di titik ini mereka
terpaksa mempersalahkan ketentuanNya, aku memang orang yang melihat aspek
kehidupan ini dengan kacamata agama terlebih dahulu, maka dari itu sisi kecil
ini mengerikan jika terjadi, mengumpat menyalahkan Sang pencipta karena sudah
mempertemukan mereka.
Aku kembali membaca, untuk
menghindari liarnya pengandaianku, karena ini hanya kejadian biasa menurutku,
tak lebih dari sepotong cerita perjalanan, tapi walau ini hanya satu
perjalanan, sungguh ini sangat seru, karena setidaknya hanya dengan datangnya 2
orang wanita dapat memberikan cerita lebih.
TUNGGU DULU, cerita ini tak
sepotong seperti itu.
Akhirnya aku sedikit melirik
barang seperempat detik, begitu kira-kiraku walau aku tak menghitung, melihat
apakah mereka cantik seperti ekspektasiku, karena dari tadi, mereka menutupi
sebagian wajahnya dengan masker. Kecendrungan wanita sekarang atau para pengarung perjalanan untuk
mengenakan masker dengan berbagai alasannya. Sempat melihat sebentar itu saja,
aku melihat mereka memang cantik.
Aduhai, bagaimana ini hatiku
bimbang untuk tak menatap mereka lagi, tapi ya sudah lah aku akan melihat
sekali lagi, ternyata salah satu dari mereka saja yang aku nilai tak membuatku
bosan untuk dipandang, walau aku pikir semua wanita itu cantik. Maka aku kira
ini menjadi menarik untuk dilanjuti.
“mungkin dia adalah jodohku”
pikirku, aku tersenyum ditutupi bukuku, akan ada cerita seru untuk melewati
perjalanan 6 jam ke depan.
Maka aku bereskan buku yang sedari tadi ku baca, ku benahi
duduk ku tadi yang selonjoran menjadi tegap dan terlihat santai. Ku taruh
kakiku ke bawah agar terlihat formal seperti kebanyakan orang yang duduk, entah
mengapa kali ini sungguh menarik, wajahku kalo diabadikan mungkin terlihat
konyol, malu-malu namun senyam-senyum tak jelas, itu tandanya aku memikirkan
sesuatu.
“ini hanya sesaat, ingat dia
lebih halus dari pada darah pada urat nadimu untuk menggoda” kecamuk pikiran di
dalam otak ku, aku termenung dengan kondisi duduk formal seperti ini aku
menunduk, kacau memang perbuatanku, aku sedikit mengerti mengapa dikatakan “sesungguhnya
anak-anak dan istiri-istri kalian adalah cobaan” atau “sesungguhnya tipu daya
dia (para wanita) sangat besar” dia dipoles oleh pengganggu kita untuk menjadi
cobaan utama bagi para lelaki.
Aku tertunduk, memikirkan
kata-kata itu yang datang sekelebat, aku mengamini memang hatiku yang tak tahan
melihat saja sudah menunjukanku kepada yang tak pantas, aku menilai ini tak
berlebihan, hanya berkata hai dan berbincang sejenak seakan biasa saja dan
berfikiran dia adalah jodohku adalah juga menyalahi takdir “ku bukan penentu
tiap-tiap tulisan takdirku, Dia adalah penulis skenario terbaik”
Aku tidak menyalahkan wanita,
tapi aku menyalahkan diriku yang mudah terjatuh seperti itu, bukan takdirNya
menjadikan wanita sebagai cobaan, bukan setan yang menggoda diriku, namun
memang jiwa ku lemah dan tidak diperkuat.
Detik-detik berikutnya memberikan
renungan di perjalanan ini, hingga aku mendapatkan kesimpulan bahwa wanita itu
hebat, sungguh hebat, “menjadi cobaan terberat para lelaki, menjadi parameter
akhlak yang baik ketika memperlakukan mereka dengan baik, dan menjadi makhluk
yang harusnya paling dihormati oleh semua anak-anak di dunia ini sampai-sampai
isyarat surga ada di telapaknya”
Namun dalam lebih gamblangnya seorang wanita
itu adalah makhluk yang hebat, aku mengutip sebuah ucapan yang dapat dirasakan,
dapat dirasakan oleh indra kita, bukan sebuah tabir yang terungkap dari sisi
Sang Maha Tinggi, yaitu:
“bagaimanapun kamu memberi
sesuatu kepada wanita maka dia akan memberikanmu sesuatu yang lebih hebat, jika
kamu memberikan bibit anak, maka dia akan
memberimu seorang bayi, jika kau memberikan rumah (tempat tinggal) maka dia
akan memberikan rumah (tempat kembali mengadu dan bercengkrama) jika kamu
berikan dia belanjaan, maka dia akan memberikan hidangan, jika kamu memberikan
senyuman maka dia akan memberikan hatinya, dia akan melipatgandakan dan
memperbesar apa yang kamu beri....”
Aku mengambil bukuku lagi untuk
dibaca, membaca setiap kata yang ada, aku sudah puas dengan penasaranku
terhadap mereka, sedikit saja aku tak tahu malu mungkin kejadiaanya berbeda,
maka detik-detik berikutnya membawa diriku dalam khayal tinggi dengan bernarasi
buku tebal ini. 6 jam perjalanan memberikan sedikit cerita hebat bagi mereka
yang suka menikmati indahnya perjalanan, walau menjadi jauh dari asal tapi
mendekat dengan tujuan.
Komentar
Posting Komentar